Desa Pentur yang sebagian warganya bekerja sebagai petani, juga terkenal sebagai penghasil kerajinan anyaman bambu, utamanya besek, tampah dan tenggok (keranjang). Tidak ada catatan yang akurat kapan kerajinan semacam itu mulai ada di wilayah Pentur. Menurut salah seorang penduduk setempat kerajinan besek di wilayahnya telah berlangsung sejak nenek moyang yang ia sendiri tidak tahu kapan persisnya karena itu telah berjalan dari generasi ke generasi. Semuanya berjalan begitu saja.

Tidak mengherankan jika hampir semua orang khususnya perempuan di desa ini bisa menganyam besek sejak mereka masih kanak-kanak sebab hampir semua orang dewasa di tempat itu memang pengrajin besek. Kerajinan itu pulalah yang turut menghidupi mereka, di sela-sela bercocok tanam di ladang maupun sawah, bahkan bagi sebagian orang kerajinan ini sudah menjadi semacam mata pencaharian pokok.

Bahan baku anyaman besek adalah bambu yang didapat dari kebunnya ataupun membeli dari tetangganya sendiri. Untuk mendapatkan bahan baku yang baik terkadang para pengrajin juga membeli bambu dari luar wilayah Desa Pentur. Untuk satu batang bambu ukuran sedang mereka bisa menghasilkan 40 besek (20 tangkep atau 20 stel-wadah dan tutupnya). Sedangkan untuk bambu ukuran relatif tebal, besal, dan panjang bisa menghasilkan 60-80 besek (30-40 tangkep).

Untuk penjualan besek, biasanya para pengrajin tidak perlu lagi menjual produknya secara langsung ke kota sebab sudah ada pengepul yang datang untuk mengambil dan mendistribusikan besek-besek tersebut daerah lain.

Besek biasa digunakan sebagai tempat makanan jika seseorang mengadakan hajatan dan kenduri. Sampai kapan wadah yang terbuat dari bahan baku bambu ini mampu bertahan menghadapi pesaingnya yang terbuat dari kertas, plastik, atau logam, semua tidak bisa menjawabnya dengan kepastian

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.