Tumpi readhouse bekerjasama dengan Transparency International Indonesia (TII), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Management Systems International (MSI), USAID, Cangkir Kopi, Tugitu Unite dan Komisi Solo menyelenggarakan kegiatan Jineman #2 pada hari minggu (16/09) pukul 13.00 – 22.00 di Dk Karang, Desa Pentur, Simo, Boyolali. Kegiatan ini merupakan sebuah kampanye anti korupsi melalui media pop culture seperti film dan menggambar postcard dengan tema Indonesia Sehat, Indonesia Tanpa Korupsi.
Pada Jineman #2 kali ini Tumpi Readhouse akan memutar 5 film pendek yang bertema korupsi. Film ‘Sekolah Kami, hidup Kami’ karya Steve Pillar Setiabudi akan disandingkan dengan omnibus Kita Vs Korupsi. Kita vs Korupsi merupakan empat film pendek bergenre drama yang dikemas untuk bisa dipahami penonton dari beragam kalangan usia dan latar budaya. Film yang disutradarai Emil Heradi, Lasja F. Susatyo, Ine Febriyanti dan Chairun Nissa sengaja diproduksi sebagai sebuah bentuk kampanye anti korupsi melalui media pop culture dengan isu sehari-hari.
Selain pemutaran dan diskusi film dengan narasumber Dwipoto Kusumo (Transparency International Indonesia) dan Rio Satriawan (Aktivis Anti Korupsi), Tumpi Readhouse juga akan menggelar aksi menggambar poscard bersama. Program ini dirancang sebagai bentuk respon masyarakat sekitar terhadap isu korupsi. Postcard dengan tema “Tanda Cinta untuk KPK” akan dikirim untuk KPK sebagai simbol dukungan dari Tumpi Readhouse dan masyarakat Pentur. Selain itu, postcard juga akan dijual kepada masyarakat luas sebagai media kampanye Anti Korupsi.
Rangkaian kegiatan ini digelar juga sebagai respon pemilihan Kepala Desa di Desa Pentur pada bulan Desember mendatang. Desa Pentur sebagaimana desa lain, dalam ranah politik sangat rawan suap menyuap. Kasus penyuapan masa pemilihan sudah menjadi semacam tradisi. Calon Kepala Desa harus menyiapkan dana ratusan juta demi bertarung dalam kancah politik kekuasaan. Pada akhirnya, uang mengendalikan sistem pemilihan Kepala Desa.
Program ini diharapkan mampu memberikan pendidikan politik dengan membangun kesadaran masyarakat desa untuk lebih pro aktif menghentikan mata rantai korupsi. Pemahaman tentang bahaya laten korupsi diharapkan berdampak pada penekanan angka korupsi di masyarakat. Hal ini sudah sepantasnya menjadi tanggung jawab bersama. Bila selama ini publik ‘memaklumi’ praktik tersebut dan menggantungkan harapannya pada segilintir aparat hukum (misalnya KPK) maka masa itu harusnya berakhir sekarang. Ringkasnya, siapapun yang ingin menghentikan korupsi harus mengawalinya dari diri sendiri.
1. “Sekolah Kami Hidup Kami” | Steve Pillar
Pembuat film dokumenter Steve Pillar Setiabudi (Pilar) awalnya hendak menguji kadar kesadaran politik para subjeknya yang masih belia, murid-murid kelas tiga SMA yang akan segera menapak ke Perguruan Tinggi juga menjadi para pemilih di PEMILU 2009.
Dalam perkembangannya, para murid kelas tiga di sebuah SMA di Solo ternyata tak hanya bermimpi di siang hari tanpa melakukan apa-apa untuk mewujudkan perubahan, mereka dengan cara yang matang dan sistimatis berhasil mengumpulkan sejumlah bukti praktik korupsi yang selama ini berlangsung di sekolah mereka. Dan inilah titik balik bagi para remaja itu dalam memahami di mana letakknya masa depan yang lebih baik bila bukan di tangan mereka sendiri.
2. “Rumah Perkara” | Emil Heradi
Yatna (Teuku Rifku Wikana), lurah, setuju menjual tanahnya kepada Jaya (Icang S Tisnamiharja), seorang kontraktor. Halangannya adalah Ella (Ranggani Puspandya), janda yang tidak rela tanahnya dibeli. Terjadilah usaha-usaha, baik dari Yatna maupun anak buah Jaya, untuk mengubah niatan Ella.
3. “Aku Padamu” | Lasja F. Susatyo
Vano (Nicholas Saputra) dan Laras (Revalina S Termat) ingin menikah di luar sepengetahuan keluarganya. Sayangnya, tanpa kartu keluarga niat mereka urung terwujud. Seorang calo menawarkan jalan pintas, yang menciptakan dilema tersendiri di pasangan muda-mudi ini.
4. “Selamat Siang, Risa!” | Ine Febriyanti
Arwoko (Tora Sudiro) berusaha hidup dan kerja secara jujur, walau teman-teman sejawatnya banyak melakukan korupsi. Tantangan muncul dalam wujud segepok uang pelicin, tepat ketika keluarganya terlilit kesulitan ekonomi.
5. “Psssttt… Jangan Bilang Siapa-Siapa” | Chairun Nissa
Ola (Siska Selvi Dawsen) membeli buku pada Eci (Nasha Abigail) dengan harga yang cukup mahal. Gita (Alexandra Natasha) pun jadi penasaran, kenapa harga buku yang dijual Eci lebih mahal dari pada yang dijual di toko buku. Gita lalu iseng-iseng bertanya tentang asal muasal harga buku tersebut. Tak diduga hasil iseng-iseng tersebut malah membongkar adanya praktek korupsi beruntun yang dilakukan oleh banyak pihak.
Mari Bergabung..!!