Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan..!

Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 inilah yang menjadi salah satu dari sekian banyak alasan saya, mantan pacar saya dan tiga pemuda desa merintis rumah baca yang diberi nama Tumpi Readhouse. Sebuah rumah baca yang harapannya saat itu bisa menjadi ruang publik untuk berinteraksi, belajar bersama dan melahirkan karya-karya yang dapat bermanfaat untuk semesta.

Keberadaan Tumpi memang dirasa penting oleh para pengelola, hal ini untuk memperkuat terselenggaranya tiga pilar pendidikan yang terdiri dari pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan keluarga secara otomatis bisa berjalan di keluarga masing-masing dengan orang tua sebagai penanggung jawabnya, pendidikan sekolah adalah pemerintah dan para guru yang bertanggung jawab, sedangkan untuk pendidikan di lingkungan masyarakat adalah tanggung jawab Kita. Iya Kita, yang saat ini sudah bisa membaca, menulis, beropini macam-macam dan dapat berbuat apapun di lingkungan terkecil kita.

dunia-maya-dan-upaya-mendidik-anak-bangsa
Jam istirahat sekolah, anak-anak membaca di Tumpi

Anak adalah cerminan dari orang tua, adik-adik adalah cerminan dari kakak-kaknya, dan perilaku seseorang merupakan cerminan dari lingkungannya. Ketika berbagai kenakalan remaja semakin meningkat, para orang dewasa yang merupakan bagian dari lingkungan masyarakat, juga harus ikut bertanggung jawab. Tidak bijak rasanya sebagai orang tua ataupun calon orang tua apabila hanya bisa menghujat keadaan, menyalahkan orang lain, dan tanpa berbuat apapun untuk mengkondisikan lingkungan sekitarnya agar lebih baik.

Tumpi Readhouse terlahir dari mimpi. Mimpi kami saat itu (yang semua personilnya masih bujang) adalah; Anak-anak kami kedepannya akan bisa berada dilingkungan yang kaya akan sumber-sumber belajar. Meski di pelosok desa, harapannya mereka bisa tumbuh terdidik, mampu membuka wawasan dan lapangan kerja di desa sehingga bisa mengurangi tingginya urbanisasi.

Menggalang buku dari media sosial

Dengan berbagai daya upaya, kerja nyata maupun lewat dunia maya, bersama masyarakat sekitar saling bergotong-royong akhirnya rumah baca Tumpi berdiri. Rumah  baca ini berada di Dk. Karang, Desa Pentur, Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

“Menggunakan media sosial secara tepat tentu akan lebih bermanfaat”, setidaknya itulah yang kami pikirkan saat itu. Bermodal netbook dan memanfaatkan media sosial seperti facebook dan twitter, dalam waktu kira-kira dua bulan Tumpi bisa menggalang sekitar ratusan buku.  Kartu Telkomsel Simpati menjadi satu-satunya senjata andalan untuk mendapatkan sinyal internet yang optimal di pelosok desa Pentur saat itu.

hibah-buku-di-tumpi-readhouse-dari-kawan-kawan-facebook
Ucapan terima kasih atas hibah buku untuk Tumpi Readhouse (Juli 2012)

Mendapatkan banyak buku dalam waktu dua bulan memang membutuhkan usaha yang keras. Meski demikian, meyakinkan orang lain di media sosial agar mau mendukung dan membantu misi kita sebenarnya tidak begitu sulit. Beberapa hal yang pernah Tumpi lakukan diantaranya adalah :

  1. Memastikan bahwa kegiatan yang kita lakukan adalah bertujuan baik, bermanfaat untuk orang banyak, dan bukan untuk kepentingan politik maupun komersial,
  2. Memiliki pengelola yang jelas, alamat jelas dan tujuan yang jelas,
  3. Curhat tentang apa yang sudah dilakukan/dimiliki dan apa yang belum,
  4. Menulis dan upload foto-foto proses kegiatan yang sudah dilakukan melalui media sosial,
  5.  Menulis rencana kegiatan yang akan dilakukan dan target yang akan dicapai,
  6. Membuat blog yang berisi berbagai informasi kegiatan,
  7. Melaporkan pada donatur bahwa bantuan telah diterima, jika perlu publikasikan di media sosial,
  8. Meningkatkan interaksi dengan orang lain di media sosial.

Selain melakukan penggalangan buku melalui media online, dulu pengelola Tumpi juga rajin bersilaturahmi mendatangi sahabat-sahabat yang dikenal untuk mau menyumbangkan bukunya. Menariknya, beberapa orang juga ada yang menyumbang dananya untuk membantu terwujudnya rumah baca tersebut.

Acara peresmian Tumpi Readhouse dilakukan pada tagal 16 Juli 2012, warga dan beberapa tokoh masyarakat diundang, tak lupa undangan melalui media sosial dan press release acara untuk media juga dibuat. Beberapa orang dari luar kota yang turut menyumbang buku juga ikut hadir dalam acara tersebut.

acara-peresmian-tumpi-2
Rangkaian acara peresmian Tumpi Readhouse

Hidup segan, mati tak mau. Harus ada solusi..!

Tak dapat dipungkiri jika masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat desa masih minim akan budaya baca. Meski antusias warga dalam membaca cukup menggembirakan setelah pembukaan Tumpi, namun lambat laun orang yang datang kian sedikit. Hanya anak-anak yang tetap setia datang meski dengan stok buku yang terbatas.

Salah satu upaya yang pernah dilakukan agar masyarakat sekitar mau datang ke rumah baca adalah dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan seperti nonton film, pelatihan wirausaha, workshop pertanian dan berbagai acara lainnya. Namun sayang, berbagai acara yang diselengarakan Tumpi saat itu bisa berjalan lancar hanya sekitar satu tahun (2012-2013).

anak-anak-di-tumpi-readhouse
Anak-anak usai melakukan kegiatan di Tumpi-Readhouse

Alasan klasik keterbatasan dana menjadi kendala utama untuk menjalankan program, apalagi beberapa pengelola saat itu bisa dibilang hampir semua pengangguran. Pelan namun pasti, dari beberapa orang yang merintis Tumpi akhirnya mengundurkan diri untuk bekerja ke luar kota dan sayapun memutuskan untuk menikah. Sepanjang tahun 2014 rumah baca tak terurus, anak-anak enggan mendekat, dan berbagai kegiatan berhenti total.

Satu hal yang menjadi pemikiran saat itu adalah bagaimana cara “mempertanggungjawabkan sebuah keterlanjuran” mendirikan Tumpi Readhouse.  Setelah memutar otak kesana-kemari, berbagai jenis pekerjaan dijalani, akhirnya mendapat satu solusi yaitu cari rejeki lewat NGE-BLOG.

Ide untuk ngeblog ini didapat setelah bertemu dengan salah seorang blogger di Kota Solo. Menurutnya, dengan menulis di blog selain bisa digunakan untuk mengekspresikan berbagai gagasan lewat tulisan, juga bisa menjadi sarana mendapatkan pasive income sekaligus alat investasi untuk masa depan.

Bercengkrama dengan Telkom wifi.id

Akhir tahun 2014 merupakan titik awal menekuni dunia blogging. Untuk mendapatkan pengetahuan tentang dunia teknologi informasi, yang saya lakukan saat itu adalah dengan membaca blog dan juga menonton berbagai tayangan video di youtube. Agar lebih konsentrasi dalam belajar, saat itu saya sempat menempati sebuah gedung bekas bisokop di Sriwedari Solo dengan memanfaatkan jaringan internet Telkom wifi.id. Dengan hanya membayar paket Rp.5000,- saat itu sudah bisa online youtube selama 24jam.

Ada banyak hal yang bisa didapatkan dari proses belajar di Sriwedari saat itu, terutama tentang bagaimana cara membuat website, mengoptimasi website agar ramah di mesin pencari, cara menulis artikel yang SEO Frienly, dan bagaimana cara mendapatkan uang melalui google adsense. Di Sriwedari pulalah blog pertama saya lahir yaitu kinekita.com, tiga bulan setelah blog tersebut dibuat dan didaftarkan Google Adsense akhirnya di ACC dan bisa menjadi sumber penghasilan keluarga.

Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui

Berbuat sesuatu yang positif memang tak akan pernah ada yang sia-sia. Tumpi Readhouse, yang semula sempat terbesit akan menjadi “beban” dalam menjalani kehidupan, namun justru bisa menjadi jalan terang. Di rumah sederhana yang terbuat dari bambu dan kayu ini, setidaknya terdapat sekitar 2.500-an buku yang bisa dibaca dan dijadikan sebagai referensi untuk menulis di blog. Dari blog yang dibuat, selain bisa mendapatkan penghasilan juga bisa dijadikan sebagai sarana menyebarkan informasi dan berbagi ilmu lewat dunia maya.

dunia-maya-mendidik-anak-bangsa
Mengakses internet di Tumpi Readhouse

Hingga saat ini pengelola Tumpi Readhouse telah memiliki blog dengan pengunjung online cukup banyakyakni tumpi.id. Dari blog tersebut secara otomatis Tumpi Readhouse juga telah menyediakan bahan bacaan melalui media online. Setiap harinya artikel yang ditulis di blog tersebut setidaknya rata-rata terbaca oleh 13.000 pengunjung dengan 21.000 pageview/day. Memang belum terlalu banyak, namun setidaknya dengan yang sedikit tersebut sudah bisa memberi manfaat bagi banyak orang, termasuk pada pengelola sehingga bisa melanjutkan berbagai kegiatan di Tumpi Readhouse.

Di pertengahan tahun 2015 lalu Tumpi Readhouse telah mendirikan tower untuk akses internet dari salah satu penyedia jasa ISP. Namun pengelola berharap semoga saja kedepan Telkom IndieHome bisa merambah sampai ke desa-desa sehingga akses internet semakin cepat dan murah. Semoga…. #IndonesiaMakinDigital