Sejumlah peserta yang terdiri dari warga sekitar, anggota komunitas Boyolali Mengajar serta anggota Komunitas Tuli Boyolali (Kumtuboy) memadati Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Tumpi Readhouse. Bertempat di Desa Pentur, Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali pada Minggu Pagi (19/6), mereka mengikuti sesi belajar bahasa isyarat.

Kegiatan yang merupakan rangkaian acara Jineman #6 dengan tema pendidikan inklusi ini mendapat respon positif dari peserta. Terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan tiga hingga tujuh orang mereka dengan asyik mengikuti arahan dari anggota Komtuboy sampai waktu kegiatan berakhir pada pukul 12.00 siang.

Anna Subekti (24) pengelola TBM Tumpi Readhouse menyatakan kegiatan ini diadakan untuk mengenalkan bahasa isyarat ke masyarakat sehingga terbangun sensivitas difabel. Di tempat ini setiap minggu diadakan pelatihan dengan tema yang berbeda-beda, tema minggu lalu adalah seni melipat dan minggu ini bahasa isyarat. Ke depannya tema ini akan terus bervariasi sehingga kemampuan peserta akan terus berkembang, “Kalau bahasa isyarat ini jarang digunakan, maka kita mudah lupa,” tuturnya.

Tumpi Readhouse, diresmikan pada 16 Juli 2012, merupakan perpustakaan yang dibangun atas swadaya masyarakat. Pendirinya adalah Joko Narimo (32) yang juga adalah suami Anna. Ide dasarnya adalah memudahkan akses buku ke masyarakat terutama untuk anak-anak.

Minimnya penerjemah bahasa isyarat

Kegiatan Jineman #6 ini terselenggara berkat kerja sama antara TBM Tumpi Readhouse, Boyolali Mengaja,dan Komtuboy yang awalnya hanya berjejaring melalui dunia maya. Anndriyani (22) dari Boyolali Mengajar menyatakan, ide mengangkat bahasa isyarat dalam rangkaian acara Jineman kali ini adalah untuk menyosialisasikan bahasa isyarat di Boyolali. Perempuan yang tercatat sebagai mahasiswa Pendidikan Luar Biasa Universitas Sebelas Maret (PLB UNS)dan guru bantu sekolah luar biasa (SLB) ini mengatakan bahwa jumlah penerjemah bahasa isyarat di Boyolali masih sangat minim. Beberapa kali Komtuboy ingin menggelar acara namun mereka sangat bergantung pada penerjemah, karena tanpa penerjemah kegiatan tidak dapat terlaksana.

Malam harinya,  TBM Tumpi Readhouse telah menggelar acara pemutaran film. Dengan memutar film  “Bermula Dari A” dan “Taree Zamen Par” masyarakat mendapat hiburan sekaligus mengedukasi tentang disabilitas. “Bermula Dari A” adalah sebuah film pendek yang mengisahkan tentang tentang dua difabel (pria difabel wicara dan gadis difabel netra) yang saling mengasuh satu sama lain. Adapun ”Taree Zamen Par” adalah sebuah film Bolywood yang dalam bahasa Inggris berarti  stars on earth (bintang di bumi). Film ini  mengusung tema anak berkebutuhan khusus, ini menceritakan tentang pendidikan seorang anak yang mengalami kesulitan membaca (dysleksia) dan  kesulitan menulis (disgravia)

Sumber : solider.or.id

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.